Selasa, 02 Desember 2014

Penyebab Negara Miskin/Makmur

     Suatu negara bisa menjadi sejahtera atau miskin bukanlah diakibatkan oleh faktor budaya, iklim, maupun kondisi geografis negara tersebut. Institusi politik dan ekonomi yang mereka pilihlah yang menyebabkannya.
Venice, sebuah republik kepulauan yang bertempat di ujung utara laut Adriatik, Eropa pada era pertengahan sekitar tahun 900-1200 masehi mungkin adalah salah satu tempat terkaya dan paling sejahtera di dunia. Pada tahun 1050, penduduk di Venice mencapai 45.000 jiwa dan pada tahun 1200 meningkat 50 % menjadi 70.000 jiwa. Pada sekitar masa itu, Venice tiga kali lebih besar dari London dan mampu menyaingi kemetropolitan Paris. Kewirausahaan maju, masyarakat bebas berpolitik, dan Venice mampu membangun gedung-gedung modern yang artistik, melakukan tata kota yang indah di atas perairan. Namun Venice saat ini telah berubah menjadi sebatas museum, menjadi kota bagian di Italia. Kegairahan berdagang dan kemajuan dalam berinovasi telah terkikis—zaman keemasan Venice hanya menjadi romantika cerita saja.
Apa yang membuat Venice suatu ketika menjadi republik yang sangat maju dan kaya? Lalu apa yang menyebabkan Venice secara perlahan-lahan mundur dan peradabannya yang maju hanya tinggal sejarah?
Venice yang menjadi republik pada tahun 810 pasca keruntuhan Kekaisaran Romawi, berubah dari sebuah kota kepulauan kecil yang tidak teratur menjadi sebuah kota metropolis yang maju dengan membuat institusi ekonominya inklusif. Commenda, salah satu kebiasaan bisnis yang paling terkenal pada masa itu, adalah sistem kontrak yang biasanya melibatkan dua orang yang bekerjasama dalam suatu misi perdagangan. Satu orang yang memiliki kewajiban untuk mengawal perjalanan kargo perdagangan, tidak memiliki kewajiban untuk menaruh modal dalam kontrak kerjasama itu. Sedangkan satu orang yang lain, yang tidak ikut dalam perjalanan, akan memberikan sebagian besar modal untuk misi tersebut.
Orang yang bertugas mengawal perjalanan biasanya adalah anak muda yang berlatar belakang miskin namun memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi. Keuntungan dari perdagangan tersebut dibagi secara adil antara pengawal kargo dengan pemberi modal sesuai jenis kontrak yang telah disepakati. Pengawal kargo pada umumnya dapat bagian 25%-50% dari keuntungan tersebut. Sistem kontrak ini membantu anak-anak muda miskin ini naik kelas, menjadi bagian diantara orang-orang elit di Venice. Dengan kata lain sistem kontrak commenda ini menyediakan saluran penting untuk upward social mobility.
Kesejahtaraan di Venice yang semakin tinggi membuat tekanan politik untuk penguasa pada saat itu semakin intens. Masyarakat menginginkan sistem politik yang lebih terbuka dan mengakomodasi suara mereka. Pada saat itu lembaga eksekutif di Venice, yakni Majelis Umum yang dipimpin oleh seorang Doge, eksklusif beranggotakan beberapa keluarga aristokrat saja. Berkat tekanan publik yang semakin masif, keabsolutan kekuasaan Doge berangsur-angsur terkurangi. Pada tahun 1031 terbentuk Ducal Council yang berkewajiban untuk mengimbangi kekuasaan Doge. Pada tahun 1171, Doge dianulir dalam sistem pemerintahan Venice. Satu-satunya lembaga tertinggi negara mulai saat itu adalah Great Council yang keanggotaanya lebih terbuka: masyarakat umum dapat menjadi anggota dewan tersebut, tidak harus berlatar belakang aristokrat.
Reformasi politik ini kemudian diikuti dengan inovasi di berbagai institusi yang lain, misalnya hukum niaga, keuangan dan kebangkrutan serta penguatan lembaga peradilan. Dengan perangkat hukum yang ada, industri perbankan di Venice mulai tumbuh, semakin banyak orang yang bergairah untuk berkarya, dan bisnis semakin melejit. Keterbukaan ekonomi dan politik di Venice ini menyebabkan ekonomi semakin maju, kondisi sosial yang stabil, dan membuat Venice menjadi salah satu tempat paling kaya dan sejahtera di dunia pada masa itu.
Namun di balik pencapaian-pencapaian menggemberikan di Venice ini, terdapat beberapa kelompok elit yang tidak menyukainya. Anak-anak muda yang awalnya tidak menjadi bagian dari elit di Venice, dengan keterbukaan ekonomi dan politik yang ada, bisa menjadi kaya dan mendapatkan kekuasaan. Sebagai konsekuensi, keuntungan dan kekuasaan dari para elit tersebut terkurangi—yang ini membuat mereka tidak nyaman. Para elit yang telah mapan ini ingin mengubah sistem inklusif yang telah ada ada agar para orang baru tidak mudah masuk dalam lingkaran kekuasaan.
Pada 5 Oktober 1286, sebuah proposal yang membatasi akses masyarakat umum untuk menjadi anggota Great Council disetujui. Dalam regulasi baru ini, anggota keluarga para elit secara otomatis dapat menjadi bagian dari Great Council apabila mereka mengajukan nominasi. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak memiliki ikatan kekeluargaan dengan para elit, mereka harus melalui proses persetujuan dari mayoritas anggota dewan agar mereka menjadi anggota Great Council. Pada tahun 1315 dengan diperkenalkannya Libro d’Oro, Great Council secara resmi ditutup bagi orang-orang luar—anggota dewan mulai saat itu dan selanjutnya hanya terdiri dari keluarga kaum bangsawan.
Protes dan kerusuhan akibat semakin terbatasnya masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara semakin sering terjadi. Sebagai respon, pemerintah Venice membentuk kesatuan polisi yang bertugas untuk melakukan represi terhadap kelompok-kelompok yang menentang pemerintah. Kekerasan menjadi marak terjadi di berbagai tempat.
Kaum bangsawan Venice tidak berhenti di sini, mereka juga menghapus sistem kontrak commenda yang sebenarnya menjadi penopang kemajuan ekonomi Venice. Commenda sebagai saluran upper social mobility yang membantu masyarakat miskin untuk menjadi kaya akhirnya tidak ada lagi. Bahkan pada tahun 1314 kaum bangsawan mengambil alih dan melakukan nasionalisasi perdagangan di Venice. Bagi masyarakat umum yang ingin berpartisipasi dalam perdagangan, mereka akan ditarik pajak yang sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan kegairahan masyarakat untuk berwirausaha menurun dan perdagangan-perdagangan menjadi monopoli kaum bangsawan. Inilah yang mengawali proses kemunduran kesejahteraan di Venice.
Hari ini kejayaan Venice tinggal kenangan, sisa kejayaan masa lalu dimuseumkan. Pendapatan kota disokong bukan oleh kegiatan perdagangan internasional yang banyak dilakukan pada 8-10 abad lalu, tetapi oleh sektor perikanan dan kegiatan pariwisata.  Para turis datang ke Venice untuk menyimak kejayaan masa lalu Venice dan menjajal ice creams dan membeli kacamata warna warni yang dijual oleh pedagang-pedagang kecil di sana.
Kisah ini saya baca dalam buku “Why Nations Fail” karya Daron Acemoglu dan James Robinson (2012). Dalam buku ini, Acemoglu dan Robinson melakukan studi komparatif apa yang menyebabkan suatu negara berhasil dan gagal. Dia mencoba menjawab, mengapa Korea Utara dan Selatan yang terdiri dari etnis yang sama dan awalnya adalah satu kesatuan, saat ini memiliki tingkat kesejahteraan yang amat berbeda? Mengapa warga di Nogales, Arizona (AS) sejahtera dan mengapa warga etnis sama di Nogales, Sonora (Mexico) begitu miskin? Acemoglu dan Robinson bercerita tentang kejayaan dan kemerosotan Venice juga dalam rangka menjawab pertanyaan itu: Apa yang menyebabkan suatu negara kaya dan miskin?
Acemoglu dan Robinson percaya bahwa yang menentukan suatu negara bisa menjadi sejahtera atau miskin bukanlah diakibatkan oleh faktor budaya, iklim, maupun kondisi geografis negara tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa faktor utama yang menyebabkan suatu negara sejahtera atau miskin adalah institusi politik dan ekonomi yang mereka pilih. Institusi politik dan ekonomi yang terbuka, sistem yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh banyak orang, adalah penunjang utama suatu negara menjadi sejahtera. Ketertutupan sistem politik dan ekonomi, atau yang biasa mereka sebut extractive political and economic institutions, adalah faktor yang menyebabkan sebuah negara mundur dan terbelakang.
Dalam kisah di atas, Venice berubah dari sebuah kota kecil menjadi sebuah republik yang kaya, maju dan menguasai perdagangan internasional di kawasan Mediterenia adalah karena institusi ekonomi yang terbuka dengan sistem kontrak commenda dan institusi politik yang juga terbuka dengan sistem keanggotaan Great Council yang akomodatif terhadap masyarakat umum. Pada kemudian hari, ketika Venice berangsur-angsur mundur kejayaannya, faktor utama yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah keterbukaan institusi ekonomi dan politik yang pernah dinikmati sebelumnya secara berlahan dihapus dan diganti sistem yang ekstraktif: sistem kontrak commenda tidak berlaku lagi dan Great Council secara eksklusif milik kaum ningrat saja.
Kajian ini sangat menarik untuk memetakan perangkat-perangkat apa saja yang perlu Indonesia siapkan untuk menyongsong kemajuan dan menghindari kemunduran. Tugas administrasi pemerintah selanjutnya adalah memastikan bahwa kita memiliki perangkat-perangkat institusi politik dan ekonomi yang semakin terbuka dan kuat yang mampu mendorong partisipasi publik untuk memajukan bangsa melalui sektor-sektor yang mereka mumpuni semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar